Pandemi zaman Romawi Kuno tidak kalah mengerikan apabila kita membandingkannya dengan Covid-19 yang disebabkan oleh virus Corona. Lebih dari 400 tahun sebelum memasuki kalender Masehi, kala itu rakyat Romawi sedang berperang satu sama lain antara bangsa Athena dengan Sparta dan dunia menamainya Perang Peloponnesia.
Ketika perang masih terjadi dengan sengit, tiba – tiba saja penduduk Athena terjangkiti wabah mematikan yang tidak jelas datangnya dari mana. Ia muncul begitu saja tanpa ada seorangpun mengundangnya sehingga keberadaannya terbilang misterius bahkan sampai hari ini masih belum dapat terindikasi jenis penyakitnya.
Seorang ahli sejarah yang berasal dari negara Yunani yaitu Thucydides, sempat tertular wabah tersebut namun akhirnya berhasil lolos dari ancaman maut. Setelah kondisinya pulih membaik, ia memutuskan untuk mendokumentasikan pengalamannya tersebut dalam sebuah catatan dari kertas perkamen.
Layaknya film thriller maupun horror Hollywood, mendadak seorang penduduk yang tadinya sehat walafiat berubah menjadi drop staminanya. Permulaannya adalah ketika pasien merasakan sensasi panas yang amat nyata di sekitaran area tengkorak, lalu berlanjut dengan kemunculan radang.
Kedua mata menyala merah terang bagaikan bara api, kemudian organ sebelah dalam pun menyusul radang tenggorokan termasuk permukaan lidah. Saking parahnya, radang tersebut menyebabkan pendarahan serta Situs Judi Slot Terbaik dan Terpercaya no 1 menimbulkan aroma daging busuk yang berasal dari napas penderita dan keluar melalui mulut.
Pandemi Zaman Romawi Kuno Belum Teridentifikasi Hingga Sekarang
Apabila anda mulai bergidik ngeri, itu belum seberapa karena pasien yang terjangkit pandemi zaman Romawi kuno merasakan jauh lebih parah. Ia akan mengalami bersin beserta batuk keras dengan frekuensi rapat, lanjutnya mulai terjadi diare, kemudian berakhir dengan muntah berulang kali sehingga tubuh terserang kejang.
Seluruh permukaan tubuh penderita lambat laun berwarna pucat dan tonjolan seperti bisul memenuhinya dari ujung kepala hingga kaki. Sulit menahan penderitaannya, sebab tenggorokan begitu panas seperti terpanggang sehingga menyebabkan pasien merasakan haus teramat sangat tiada henti.
Sebagian besar penderita menyerah dengan siksaan dari penyakit tersebut, kemudian menghembuskan napas terakhirnya menjelang tujuh atau delapan hari. Seringkali ketika penyakit menyerang sistem pencernaan terlebih dahulu, dapat dipastikan ia segera meninggal sebelum hari ke tujuh.
Katakanlah mereka bisa lolos dari maut berkat kebiasaan Romawi kuno menggunakan rempah Indonesia namun tetap saja takdir berkata lain. Bagi anak di bawah usia 12 tahun serta orang lanjut usia, mereka harus pasrah menemui ajalnya lebih cepat bila sampai terjangkit penyakit mematikan tersebut karena peluang meninggalnya tinggi.
Memang ada juga kelompok yang berhasil bertahan dan akhirnya selamat dari peristiwa mengenaskan itu seperti misalnya Thucydides. Tetap saja mereka harus rela kehilangan kemampuan pada jari tangan, organ rusak, maupun kebutaan pada mata, menjadikannya mendapat gelar sebagai manusia cacat sepanjang sisa hidupnya.
Lebih Menyeramkan Daripada Tulah Sinetron Azab di Televisi
Thucydides menjelaskan terperinci bahwasanya pandemi zaman Romawi kuno berawal dari Ethiopia yang selanjutnya tersebar ke daerah sekitarnya. Negara tetangganya seperti Yunani, Libya, maupun Mesir sekalipun tidak ada yang sanggup menangani pandemi menakutkan serta menyeramkan itu.
Setelah mencapai lima puluh bulan, pandemi telah menebarkan teror dan merenggut nyawa lebih dari tiga puluh persen penghuni Athena lengkap beserta prajuritnya. Bahkan sang pendiri kota Athena pun yaitu Pericles, ikut menghadapi ajalnya dan harus mengakhiri petualangannya di bumi selama – lamanya.
Itulah sebabnya mengapa istilah pandemi kita pinjam dari asal kata bahasa Yunani kuno, yaitu Pan dan Demos yang berarti semua orang. Romawi Kuno tertimpa sialnya karena berperang melawan prajurit Athena yang sedang menderita penyakit tersebut sehingga tertular ke pasukan Romawi.
Pada tepatnya 165 Masehi, selepas perang berakhir maka rombongan prajurit kerajaan Romawi pun hendak kembali ke kampung halamannya. Alhasil, tak kurang dari lima juta jiwa penghuni Romawi kuno harus berakhir dengan mengenaskan tanpa sempat menerima pengobatan yang layak.
Bahkan pemimpin saat itu yaitu Kaisar Marcus Aurelius Antoninus harus meninggalkan tahtanya di bumi karena meninggal akibat pandemi. Semenjak saat itu, rakyat Romawi memanggil insiden tersebut dengan nama wabah Antoninus dan masih tercatat dalam dokumen kenegaraan hingga hari ini.